The (very typical) Asian Wedding
9:19 AM
Dari judulnya aja udah keliatan banget kira-kira apa yang bakal kita bahas kali ini. Wedding. Pernikahan. Yup. Saya dan Dion memang sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan pernikahan kita yang akan terselenggara kurang dari setahun lagi. Kurang lebih enam bulan dari saat saya menulis artikel ini. Wow. Sedetik saya sempat berhenti menulis membayangkan waktu berjalan begitu cepatnya. Kami berdua memang sudah mulai mempersiapkan pernikahan ini sejak tahun lalu. Lebay? NO. Percaya deh, bahkan kami sudah kehilangan vendor yang kami inginkan karena termasuk terlambat dibanding pasangan yang lain.
Sejak awal kami mempersiapkan pernikahan ini, kami sangat diberkati. Kami dibantu banyak vendor yang luar biasa. Luar biasa dalam kinerja mereka dan juga dalam relasi yang terjalin. Saya yang memang berhati lembek ini sempat terharu dan benar-benar tersentuh. Siapa sih yang menyangka, kita yang awalnya orang asing, tidak mengenal satu sama lain, hanya bisa mengagumi hasil karya mereka lewat media sosial, sekarang tidak hanya bisa bekerja sama sebagai vendor dan client, tapi bisa juga menjadi kawan baik. We are so blessed.
Memang ada alasan mengapa saya cenderung begitu emosional dalam mempersiapkan pernikahan ini. Bagaimana tidak, jujur saya dan Dion overwhelmed dengan segala prosesi yang harus kita persiapkan dan jalani ke depannya. Karena saya anak pertama dan puteri pertama di keluarga, orang tua menginginkan kami berdua untuk menjalani semua prosesi tanpa terkecuali. Lamaran, hantaran, tunangan, pemberkatan hingga ke resepsi pernikahan itu sendiri.
Inilah alasan mengapa saya menyebutnya “The Very typical Asian Wedding” . Mungkin hanya kita orang Asia yang mengerti dan mau berusaha untuk memahami. Satu lagi, kita wajib untuk terus melestarikannya. Mau tidak mau. Suka tidak suka. Pernikahan yang tidak hanya menjadi proses bersatunya dua manusia tetapi juga kedua keluarga besar. Ada prosesi, upacara adat dan budaya yang harus tetap dijaga. Ada kepentingan dari kedua pihak yang harus dihormati. Cek cok, ribut kecil, air mata sudah tidak bisa dihindari lagi. Memang tidak pernah mudah untuk mengakomodasi kebutuhan banyak orang. Pasti harus ada yang mengalah dan dikorbankan.
Jujur bentrokan kecil itu sering terjadi antara kami dan keluarga. Sejauh ini saya dan Dion masih begitu solid dan saling mendukung dalam mempersiapkan hari besar kami berdua. Kami begitu harmonis layaknya calon mempelai lainnya yang begitu asyik memilih desain gaun pengantin, jas apa yang akan Dion kenakan, survey tempat resepsi kami, merencanakan pre-wedding foto kami. Semua berjalan begitu indahnya hingga kami dihadapkan pada masalah budget.
Entah hanya terjadi pada kami berdua, atau memang ini masalah umum sejuta pasang calon mempelai yang lain. Budget kami benar-benar membengkak di luar dugaan. Dion yang awalnya begitu percaya diri karena merasa telah mempersiapkan matang-matang kebutuhan pernikahan kami, mendadak jadi kalang kabut. Apalagi saya.
Tapi, lagi-lagi, Tuhan itu baik. Di saat kami down dan sudah tidak tahu harus berbuat apa. Saya mengajak Dion untuk break sejenak. Beberapa hari saya dan Dion memutuskan untuk berhenti sejenak tidak membicarakan apapun yang berbau persiapan pernikahan kami. Kami sesaat mengambil kesempatan untuk bersantai, memberi satu sama lain kesempatan untuk berpikir jernih dan tidak lupa, berdoa.
Dalam hitungan hari, Tuhan pun menjawab doa kami berdua. Kabar baik datang. Sungguh tidak ada kata lain yang bisa kami ucapkan selain bersyukur. We know, it’s you, God. Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Untuk pasangan lain yang mungkin sedang mempersiapkan pernikahan seperti kami, atau mungkin sedang bergulat dengan masalah apapun, percayalah, apapun agama kalian, berdoalah bersama pasangan dan serahkan semua kepadaNya. Kita manusia memang hanya bisa berusaha, tapi jangan pernah menyerah dan selalu serahkan hasil akhirnya kepada Tuhan. He always know what’s best for us. Me and Dion grow stronger more than ever, together, as a couple. What about you and your loved one?
1 comments
Hi Fiona,
ReplyDeleteAku baca ini ketika sedang berderai air mata mempersiapkan wedding. Memang ya kita nggak bisa mengakomodir keinginan banyak orang. Belum lagi sulitnya berkomunikasi dengan vendor dan yang itu tadi: budget.
Thank you for sharing and inspiring. Aku bakal baca semua tulisan kamu di blog ini :)